Sabtu, 17 April 2010

Perisai Korup, Berwajah Birokrat

Korupsi merupakan sebuah tindakan yang mudah, namun tindakan ini kerap membawa pelakunya kepada jurang yang namanya terali besi, bahkan bukan hanya terali besi, penjara yang lebih sakit dan menyakitkan adalah hukuman yang akan didapatkan ketika ajal telah membungkus jiwa.
Kendati bagi pejabat akan dihormati dengan taburan bunga, benarkah koruptor demikian. Penulis berpendapat lain, koruptor ya, tetap pelaku kejahatan yang tidak boleh diberi ampun. Hukuman yang sempurna sebenarnya hanya tiang gantungan, karena mereka memakan atau mengisap darah rakyat jelata yang selama ini menguras keringat dan dahaganya, untuk mencari sesuap nasi. Namun pajak tak henti dibayar. Lalu kemana pajak yang dibayar, bukan tidak dan salah ikut raib karena tindakan koruptor.
Kenapa kita harus lupa, kalau korupsi adalah perbuatan jahat, keji, bahkan mematikan orang banyak. Karena melakukan korupsi adalah mengambil apa yang bukan menjadi hak kita. Lantas untuk apa semua itu diambil, bukan tidak hanya untuk berpoya-poya belaka. Mengumbar nafsu, pasti menjadi niat utama bagi para pelaku korupsi. Koruptor di Negara ini sulit sekali dijangkau, toh kalau ada yang masuk bui, atau naik meja hijau, paling hanya dalam wacana. Mestinya seluruh manusia di dunia ini, harus berani berkata jujur, kalau korupsi adalah sumber kehancuran dunia, terutama lagi Negara yang konon berasaskan demokrasi ini.
Akibat dari perbuatan korupsi, orang lain akan menjadi sengsara, yang fatalnya korupsi selalu menjadi penyakit bagi koruptor, karena perbuatan ini akan selalu mengakar. Bapak, koruptor, sudah tentu anak juga terbawa. Karena darah yang mengakar kepada daging, ”Ketika air kali atasnya kotor, sudah tentu, bawahnya lebih kotor lagi.” Mungkin benar, ini karma, tapi apakah iya, karena setiap manusia, dilahirkan dalam keadaan fitra atau suci, lantas yang menentukan warna anak itu adalah kedua orang tua dan lingkungannya.
Harus dipahami, bahwa yang namanya korupsi, bukan hanya uang atau barang, korupsi waktu dan jabatan ini yang paling terpenting. Kalau waktu sudah tentunya dipakai untuk hal-hal yang baik, maka hasilnya juga akan baik, tapi kalau jabatan, sudah tentu tidak ada yang baik, orang yang tidak pandai mengatur dan karena memiliki orang dekat pada birokrasi penting pada sebuah instansi, kemudian diposisikan pada jabatan yang tinggi, ini merupakan perbuatan korupsi yang sangat membahayakan. Mengapa ? karena korupsi harta benda, saatnya dapat ditarik kembali, tapi kalau korupsi jabatan, perbuatan ini sangat mengakar, dan tidak dapat diganti kecuali balas budi, yang pada akhirnya akan terjadi hal yang sama.
Kalau barang, ketika diketahui, maka tuntas, tapi kalau korupsi jabatan sampai kapanpun tidak usai, dan terus berlangsung. Fatalnya korupsi jenis ini, membuat sebuah instansi akan rusak, bahkan Negara juga akan hancur, karena penempatan posisi tidak sesuai dengan porsinya. Fungsi fit and profer test, sebagai logika menilai kemampuan orang yang akan mendapatkan jabatan penting juga tidak bernilai.
Karena realita masih menunjukan, modal seseorang menempati jabatan, ketika memiliki orang dekat pada birokrasi. Tapi kalau kita sadar sungguh, semua dapat diatasi, ketika setiap masalah dikembalikan kepada ahlinya. Sarjana perbendaharaan, harusnya diposisikan sebagai bendahara, administrasi harusnya memegang amanah birokrasi. Ya kalau hukum tetap hukum, tapi kalau agama, diaduk dengan politik, maka tentunya agama juga akan berbaur politik. Semua tinggal dikembalika kepada individu dalam menyadari kemampuan dan ketidakmampuannya, dan harus berani pula untuk mengatakan, saya bisa atau saya tidak bisa.
Olehnya itu, sistem korupsi jabatan di birokrasi harus dipangkas, sampai ke akarnya, ketika semua orang menghendaki perubahan dan yang terbaik. Penulis yakin dan percaya sungguh, semua orang meninggal hanya membawa amal baik, selebihnya dosa dan ini beban dunia yang dibawah sampai ke akhirat. Sadar sebelum ajal menjemput, pasti hukumannya lebih ringan, dibandingkan pengakuan sesudah kematian. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar