Kamis, 04 November 2010

92 Hari, Pemkot Kejar Rp14 M untuk Retribusi

DALAM kalender masehi di tahun 2010, hanya sisa 92 hari sudah berganti tahun ke 2011. Sisa waktu 92 hari atau lebih dari dua bulan itulah, yang kini menjadi tanggungan berat bagi seluruh Pimpinan Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD), yang ada di jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon. Tanggungan untuk bagaimana mengejar retribusi, guna menutupi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah dipatok senilai Rp25 miliar di tahun ini.

Bagaimana tidak, selama kurang lebih tiga triwulan kemarin, Pemkot Ambon hanya bisa panen Rp11 miliar. Sisanya, harus dikejar dalam kurun waktu 29 hari ke depan. Bila tidak, defisit Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 kemarin, akan membengkak. Di sisi lain, tahun 2011, merupakan sisa akhir masa jabatan Walikota Ambon MJ Papilaja dan Wakilnya Olivia Latuconsina. Bila tidak mencapai Rp25 miliar dalam tempo 29 hari, maka kedua pimpinan ini, akan meninggalkan dosa dari masa jabatan mereka. Dosa berupa defisit anggaran, yang tentunya akan menjadi beban kepada pimpinan berikutnya. Lalu bagaimana dengan tunjangan para PNS yang selama ini mengabdi di Pemkot Ambon, namun belum juga dibayar. Tentunya, tunjangan itu akan dibayar, bila Pemkot Ambon bisa menuai PAD yang efisien dalam kurun 19 Oktober hingga 31 Desember. Kalau ternyata tidak juga, maka beban yang ditelorkan oleh MJ Papilaja-Olivia semakin membludak.

Seperti diketahui, kepulangan MJ Papilaja Cs dari pelawatannya ke Negeri Belanda, langsung diwarnai pergantian para pejabat pimpinan SKPD akhir pekan kemarin. Menariknya, pergantian ini dengan alasan untuk mencapai target PAD tahun 2010 yang sudah dipatok senilai Rp25 miliar. Kalau tidak, maka pergantian itu bernilai hampa di mata Papilaja Cs. Kepada mereka yang baru dilantik, Papilaja, meminta mereka agar bisa menarik retribusi sebanyak mungkin, guna menutupi defisit APBD tahun kemarin. Pasalnya, hingga masuk triwulan ketiga, Pemkot Ambon baru bisa menghasilkan PAD senilai Rp11 miliar. Sisanya Rp14 miliar harus dikejar dalam kurun waktu 29 hari ke depan.

Seharusnya, menurut Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan Kota (Dispengkot) Ambon Lina Silooy, tahun 2010 ini, PAD Kota Ambon melebihi angka Rp25 miliar, tapi yang terjadi justru minus. "Rp25 miliar itu belum termasuk dalam target PAD perubahan yang masih sementara dibahas di DPRD, dan pasti melebihi angka tersebut. Tapi kita tetap optimis untuk capai target yang ditentukan," kata pekan kemarin kepada wartawan.

Sementara hasil pengamatan National Committe Supervision of Parlementer (NCSP) Wilayah Kota Ambon, jumlah retribusi di Kota Ambon kalau dikelola secara efisien, maka APD yang ditargetkan Rp25 miliar bisa tercapai. Bahkan, nilai ini bisa dicapai dalam hitungan satu semester. Pasalnya, di Kota Ambon seluruh pajak diberlakukan. Mulai dari retribusi parkir, retribusi PKL, pedagangan asongan, angkutan kota, restoran, rumah kopi, pariwisata, hotel, penginapan, pemasangan reklame, termasuk IMB. Nah, semua retribusi ini, sangat tidak mustahil kalau PAD Kota Ambon berada di level Rp11 miliar dalam hitungan semester. "Coba kita lihat, berapa jumlah PKL yang ada di Kota Ambon. Pajak PKL, parkiran, dan pajak mobil angkutan kota ini berlaku setiap hari, termasuk hari libur. Lalu, kemana kira-kira uang pajak tersebut, kalau bukan ke kas daerah," kata Priyanto, staf Riset dan Informasi NCSP Wilayah Kota Ambon. Menurut dia, bila seluruh pejabat dan staf pada setiap SKPD di Pemkot Ambon bisa berlaku profesional, akuntabel dan transparansi setiap menjalankan tugas mereka, maka jumlah Rp25 miliar terlalu sedikit bila dikalkulasikan dengan jumlah penarikan retribusi Kota Ambon. "Ketika kami melakukan riset data retribusi di sejumlah pedagang PKL maupun pedagang tetap di seputar Ruko Pasar Mardika saja, angkanya per bulan bisa mencapai puluhan juta. Itu baru PKL, belum masuk pada penarikan lainnya, termasuk uang keamanan." Kata dia, kalau semua ini diatur dengan baik, maka Kota Ambon tidak pernah mengalami defisit anggaran. Pasalnya, Kota Ambon merupakan central berputarnya uang di Maluku. Dari laba pendapatan bank yang ada di Maluku saja, menunjukan angka simpanan, dan angka belanja yang naik drastis, bagaimana dengan retribusi, pasti lebih normal lagi, beber dia, sembari membandingkan dengan Kabupaten Badung, Provinsi Bali, yang tidak memberlakukan retribusi parkir dan masuk pariwisata saja, bisa menjadi daerah penghasil PAD terbesar di Bali.

Dirinya menyarankan kepada seluruh pimpinan SKPD Pemkot Ambon, termasuk Walikota MJ Papilaja dan Wakilnya Olivia Latuconsina, agar bisa melakukan fungsi kontrol mereka di lapangan. Pasalnya, dari hasil survey mereka di lapangan, ternyata ada calo yang kerap meraibkan hasil retribusi ini. Sehingga, target PAD yang sudah ditetapkan, sulit tercapai, akibat retribusi tersebut putus di tengah jalan. "Soalan yang mendasar di lapangan adalah, ternyata banyak calo yang berkeliaran. Sebut misalnya, calo parkir, calo PKL dan sebagainya. Bila ini ditertibkan, maka PAD akan menjadi gampang dikontrol," saran pria berdarah Arab Sunda ini. (***)