Minggu, 18 Juli 2010

8 versus 29

Menoreh Eksistensi Parpol Dalam Pilkada SBT

ANGKA yang tidak sebanding. 8 versus 29. Ini merupakan jumlah parpol pendukung pasangan Calon Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) jilid dua, yang sudah berlangsung, 7 Juli lalu. Delapan parpol menyatakan dukungannya kepada pasangan, Abdul Mukti Keliobas - H Jusuf Rumatoras. 29 parpol menyatakan dukungannya kepada calon incumbent, Abdullah Vanath-Siti Umuria Suruwaky.

Dari angka, kita bisa membaca, kalau kemenangan hanya berpihak kepada calon incumbent, Abdullah Vanath-Siti Umuria Suruwaky. Alasannya cukup kuat. Jumlah parpol pendukung lebih banyak dibandingkan pasangan, Mukti-Jusuf, yang hanya mengantongi delapan parpol. Hanya saja, kita patut ingat, bahwa Pilkada demokrasi ditentukan oleh rakyat. Karena pilkada demokrasi, asalnya dari rakyat dan akan kembali ke rakyat.

Rakyatlah yang menentukan siapa pemimpin mereka. Rakyat yang memilih di saat berlangsungnya pemilihan. Sejarah bangsa mencatat, dalam catur perpolitikan, parpol tidak menjadi penentu kemenangan. Sebagai buktinya, bangsa Indonesia dipimpin oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Yang sesungguhnya, dalam Pemilu sebelumnya dan pada pemilu 2009 lalu, SBY hanya mendapat dukungan dari Parpolnya. Parpol yang baru berusia umur jagung tersebut, mampu mengalahkan beberapa parpol koalisi, yang merupakan parpol penentu kemenangan selama kurun abad bangsa, dalam pencaturan dunia politik.

Itu artinya, pemilihan kepala daerah mutlak berasal dari rakyat dan akan kembali kepada rakyat. Parpol tidak selamanya menjadi tampu pemenang dalam suatu pemilihan kepala daerah. Kemenangan akan ditentukan oleh figur, siapa yang dicalonkan dan akan dipilih oleh rakyat.
Catatan kita untuk menengok Pilkada SBT, hanya berkaca kepada Parpol. Akibatnya, semua menoreh kemenangan kepada pasangan incumbent. Namun tidak kita sadari, kalau kuantitas parpol, tidak menjadi suara penentu.

Lalu! Kemana dan kepada siapa rakyat akan menaruh suaranya. Suara rakyat adalah suara alam. Suara alam yang menentukan maju mundurnya suatu daerah. Pilkada SBT jilid II ini, merupakan awal dari pra pembangunan di daerah hasil pemekaran Kabupaten Maluku Tengah tersebut. Yang akan menentukan daerah ini maju, adalah rakyat, bukan oknum yang mengaku pimpinan pasca Pilkada. Pilkada hanya alat, untuk menentukan eksistensi pemahaman masyarakat terhadap desain sistem politik bangsa, dalam mencapai negara demokrasi. Tanpa Pilkadapun, bangsa sudah mencatat dalam memory prakemerdekaan, bahwa negara ini menganut asas pancasila. Asas Pancasila yang mengandung nilai-nilai demokrasi.

Nilai demokrasi pancasila, hanya bisa diamanatkan kepada orang yang berasal dari rakyat. Orang yang dekat dan bekerja di atas terik matahari, makan dan bersilah dengan rakyat di atas bumi. Bukan seseorang atau kelompok yang berambisi untuk menjadi pemimpin. Karena, menjadi pemimpin bukanlah takhta untuk mengangkat derajat, harkat dan martabat seseorang. Tapi pemimpin, adalah amanat, yang kelak akan dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Hanya tinggal menghitung hari, warga SBT akan melihat nasib daerah mereka, untuk periode pembangunan lima tahun mendatang. Salah memilih calon pemimpin, maka akan salah selama lima tahun dalam pembangunan. Kesalahan dan kebenaran tidak bisa dipastikan oleh manusia. Tapi, naluri manusia ditakdirkan untuk bisa memfilter setiap keputusan yang hendak diambilnya. Memilih pemimpin yang baik, tidak ditentukan dengan nilai. Tapi memilih orang yang akan kita percayai sebagai pemimpin, dan siap membawa aspirasi masyarakat, akan ditentukan oleh nurani.

Memilih pemimpin tidak ditentukan dalam satu dua massa. Tapi satu menit berada di dalam kotak suara, adalah keputusan yang akan disesalkan selama 60 puluh minggu, 420 hari, 10,080 jam, bila pemimpin yang kita pilih meleset. Hari Senin 19 Juli ini, merupakan momentun sejarah rakyat SBT pasca pemilihan kepala daerah. Kemenangan sudah berpihak kepada siapa yang akan menjadi pemimpin. Perbedaan suara sungguh tidak jauh berbeda. Perbedaan ini jangan sampai menjadi silah kehidupan masyarakat SBT, yang dikenal dengan budayanya begitu kokoh. Bila menghendaki SBT dalam kemajuan, maka siapapun pemimpinnya yang sudah dipilih pada Pilkada kemarin, harus diterima secara demokrasi. Itu artinya, pembangunan lima tahun SBT pasca ditetapkan seorang Bupati Defenitif, mutlak ada di tangan rakyat. ****

2 komentar:

  1. Mantap, BY Hehanussa Sham

    BalasHapus
  2. Mantak boleh gandong. Lalu, ada apa yang patut kita buat untuk holland saat ini, gandong.

    BalasHapus